Rabu, 25 April 2012

PENYEBAB KERUSAKAN JALAN BETON "PUMPING"


Artikel ini saya ambil dari Majalah Teknik Jalan &Transportasi
HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA (HPJI)
Oleh :Ir. Sukawan M., MSc. (DPP HPJI / PT. Jasa Marga Persero Tbk.

Pendahuluan
Perkerasan beton semen (rigid pavement) biasanya dibuat untuk dilewati lalu lintas berat dengan volume yang tinggi, karena menjajikan kekuatan lebih baik dan pemeliharaan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan perkerasan lentur. Namun, berdasarkan pengamatan terhadap jalan-jalan dengan perkerasan beton semen di Indonesia, telah terjadi banyak kerusakan dengan pumping (pemompaan) sebagai penyebab utamanya, di samping penyebab-penyebab lain yang berhubungan dengan kesalahan/ketidaktelitian dalam pelaksanaan konstruksi.

Pumping ini dapat mengakibatkan kerusakan hebat perkerasan beton semen yang berupa keretakan kepatahan yang disertai penurunan slab beton yang sangat membahayakan lalu lintas. Hal ini tentu saja mengakibatkan lonjakan kenaikan biaya pemeliharaan yang sangat besar, di samping terjadinya hambatan terhadap kelancaran lalu lintas.

Mekanisme terjadinya pumping
Berdasarkan definisi yang umum, yang dimaksud dengan pumping adalah proses yang didalmnya akibat beban kendaraan berat yang menimbulkan lendutan slab betn perkerasan kaku dan mengakibatkan terdesaknya air beserta butiran-butiran halus subgrade (tanah dasar) yang berada di bawah slab beton keluar melalui celah-celah sambungan (joint) dan retakan-retakan atau celah pada pinggir slab beton.

Dengan demikian kondisi yang dapat menimbulkan pumping adalah sebagai berikut :
1. Kehadiran air bebas (free water) di bawah slab beton ;
2. Material tanah dasar yang dapat tererosi (erodible material);
3. Lalu lintas dengan beban berat.

Mekanisme terjadinya pumping dapat dijelaskan sebagai berikut :

  • Keterangan Gambar 1 = Air masuk ke bawah slab beton melalui celah sambungan dan retakan-retakan pada slab beton.
  • Keterangan gambar 2 = Dengan mendekatnya beban roda (di atas approach slab) ke arah sambungan, air yang berada di bawah slab tersebut bergerak perlahan-lahan ke slab berikutnya (leave slab). Butir-butir halus tanah juga bergerak ke arah yang sama.
  • Keterangan gambar 3 = Pada saat beban roda melewati sambungan menuju pelat beton berikutnya (di atas leave slab), air yang berada di bawah slab berikutnya (leave slab) bergerak secara cepat ke bawah plat sebelumnya (approach slab). Gerakan/ aliran air yang cepat ini menyebabkan erosi pada tanah dasar (subgrade). Sebagian air bersama butiran halus tanah terdesak ke luar melalui celah sambungan dan retakan slab beton. Hal ini terlihat dengan adanya warna coklat kemerah-merahan di permukaan slab beton di sekitar celah sambungan/ retakan plat beton.
  • Keterangan gambar 4 = Akhirnya terbentuklah rongga di bawah slab beton (leave slab) sebagai akibat kehilangan material, dan kemungkinan terbentuknya tumpukan (buildup material) di bawah slab sebelumnya (approach slab). Adanya rongga di bawah slab beton menyebabkan terjadinya efek kantilever dari slab beton yang akan mengakibatkan retak dan patahnya slab beton setelah dilewati beban berat. (Menurut ACPA, 1995, rongga sedalam 3 mm sudah dapat menimbulkan kerusakan slab berupa retak-retak sudut).
Hal-hal lain yang mendorong terjadinya pumping adalah kurang berfungsinya transfer devices sehingga terjadi faulting (gerakan vertikal antar slab beton), kekakuan subbase material yang ada tidak memadai, dan kekuatan tanah yang tidak merata.

USAHA PENCEGAHAN TERJADINYA PUMPING

1. LATAR BELAKANG

a) Pada dasarnya, sesuai standart-standart yang ada, a.l. AASHTO Guide for design of Pavement Structure, pumping dicegah melalui pemasangan lapisan Subbase, yaitu lapisan di bawah slab beton yang menggunakan berbagai jenis material, termasuk agregat yang bergradasi (dengan Void besar) untuk mengalirkan air, dan material yang distabilisasi dengan bahan tertentu.

Lapisan Subbase ini disarankan 30-60 cm lebih lebar dari pada lebar perkerasannya, dengan kemiringan melintang yang cukup untuk keperluan drainase.

Sebagaimana diketahui, selain mencegah terjadinya pumping, fungsi subbase yang lainnya antara lain adalah meningkatkan daya dukung subgrade (dinyatakan dalam nilai k = Modulus Reaksi Tanah Dasar dan menyediakan lantai kerja untuk konstruksi).

b) Upaya mengatasi masalah erosi terhadap material subbase ini dilakukan dengan penggunaan material tahan erosi, misalnya lean concrete, atau material filter (porous material) sebagai subbase.

c) Desain perkerasan beton semen untuk jalan-jalan di Indonesia termasuk jalan tol, menggunakan lean concrete setebal 10 cm sebagai subbase, dengan maksud agar air yang masuk dari celah sambungan atau retakan slab beton akan terhalang (blocked) oleh lean concrete dan tidak dapat mencapai subgrade. Sedangkan masuknya air dari pemukaan ke dalam perkerasan di cegah dengan joint sealer yang dipasang menutup celah sambungan. Struktur perkerasan tersebut dapat dilihat dari gambar di bawah :
d) Tidak disediakan fasilitas drainase untuk mengeluarkan air yang terjebak di bawah permukaan perkerasan.Berdasarkan pengamatan terhadap jalan-jalan beton di Indonesia dengan konstruksi seperti di atas, pumping terjadi karena lean concrete ikut retak/ pecah bersama-sama dengan slab betonnya. Hal ini diperkirakan karena,
  • Mutu beton lean concrete terlalu rendah (menurut spesifikasi kuat tekan = 10 MPA) sehingga mudah pecah.
  • Permukaan lean concrete biasanya dikerjakan secara manual sehingga permukannya tidak rata dan terjadi gigitan dengan slab beton yang di cor di atasnya.
  • Lean concrete retak karena mengalami tegangan tarik pada waktu plat beton mengalami penyusutan setelah pengecoran.
2. PERBAIKAN DESAIN YANG DIUSULKAN

Setelah memperhatikan pertimbangan-pertimbangan di atas, di sini kami usulkan alternatif perbaikan desain perkerasan beton semen untuk jalan-jalan di Indonesia sbb:

a) Apabila tidak diperlukan adanya fasilitas drainase di bawah permukaan perkerasan :

Di bawah Slab beton digunakan Subbase yang tahan erosi (non-erodible) dari material tanah dasar yang distabilisasi dengan semen atau aspal. Kalau distabilisasi dengan aspal, disarankan yang digunakan adalah aspal emulsi sebanyak 4 – 8%.

Di atas permukaan subbase tersebut dipasang asphalt prime coat sebanyak 1,5 L/m2 ,yang berfungsi sebagai bond breaker dan lapis kedap air sehingga air dari permukaan yang masuk celah sambungan (joint) atau retakan slab beton tidak dapat mencapai lapisan subbase.Kalu tembus, subbase yang sudah distabilisasi tidak dapat tererosi sehingga tidak akan terjadi pumping.

Konstruksi perkerasan secara skematis dapat dilihat pada gambar dibawah :
b) Apabila diperlukan adanya fasilitas drainase di bawah permukaan perkerasan.

Di bawah slab beton dipasang subbase dari agregat bergradasi yang dapat meloloskan air (permeable). Sedangkan di antara slab beton dan lapisan subbase dipasangkan lembaran plastik sebagai bond breaker dan untuk mencegah dewatering campuran beton pada waktu pengecoran slab.

Di bawah subbase dipasang lapisan filter material, yang dimaksudkan untuk menahan masuk butiran-butiran tanah dasar (subgrade) ke lapisan subbase.

Konstruksi perkerasan secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah :
Kedua alternatif desain di atas tidak menggunakan lean concrete. Sedangkan dalam pelaksanaan subgrade, tetap harus dipastikan tidak terjadinya ketidakseragaman (irregularities) daya dukung untuk mencegah terjadinya cantilevereffect atau bridging effect terhadap slab beton ; dan mutu beton yang baik sesuai Spesifikasi.

Catatan **

Dalam tulisan ini Slab beton disebut base Course, sehingga lapisan di bawahnya disebut subbase, dst.

SIFAT TANAH


PERSOALAN MEKANIKA TANAH
Persoalan tanah secara garis besar di klasifikasikan sebagai berikut :
  1. Hal keseimbangan atau stabilitas
  2. Hal Deformasi elastis dan plastis
  3. Hal Drainase
1) Stabilitas, untuk ini harus di ketahui :
  • Beban/Muatan yang bekerja pada tanah
  • Besar dan distribusi tekanan akibat muatan terhadap tanah
  • Perlawanan dari tanah
  • A> (Muatan yang bekerja pada tanah tergantung dari tipe/macam struktur dan berat tanah)
  • B> (Tanah di anggap material yang isotropis, tekanan dapat di hitung secara analisa matematik)
  • C> (Perlu adanya pengambilan contoh tanah untuk penyelidikan di laboratorium buat mengetahui karakteristik atau sifat tanah).
2) Deformasi, dapat dalam keadaan plastis atau elastis. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu di ketahui :
  • Muatan yang bekerja (beban kerja)
  • Besar dan distribusi tekanan yang berpengaruh.
  • Besar dan perbedaan penurunan.
3) Drainase, menyangkut hal Deformasi dan Stabilitas.

SIFAT-SIFAT PENTING TANAH
Sifat-sifat penting tanah untuk sebuah proyek tergantung pada jenis/fungsi proyek. Sesuai dengan sifat-sifatnya, penting diketahui tipe proyek yang dilaksanakan.

Adanya sifat-sifatnya antara lain :
a) Permeabilitas (Permeability)
Sifat ini untuk mengukur/menentukan kemampuan tanah di lewati air melalui pori-porinya. Sifat ini penting dalam bendung tanah urugan (earth dam) dan persoalan drainase.

b) Konsolidasi (Consolidation)
Pada konsolidasi dihitung dari perubahan isi pori tanah akibat beban. Sifat ini dipergunakan untuk menghitung penurunan (settlement) bangunan.

c) Tegangan Geser (Shear Strength)
Untuk menentukan kemampuan tanah menahan tekanan-tekanan tanpa mengalami keruntuhan. Sifat ini dibutuhkan dalam perhitungan stabilitas pondasi/dasar yang dibebani, stabilitas tanah isian/timbunan di belakang bangunan penahan tanah dan stabilitas timbunan tanah.
Sifat-sifat fisik lainnya adalah batas-batas Atterberg (Atterberg Limit), kadar air, kadar pori, kepadatan relatif, pembagian butir, kepekaan dan sebagainya.

HUBUNGAN BERAT DAN VOLUME
Tanah terdiri dari 2 bagian, yaitu
  1. Padat
  2. rongga
Bagian padat terdiri dari partikel-partikel padat, sedangkan bagian berongga terisi air atau udara sepenuhnya bila tanah itu jenuh atau kering. Apabila gumpalan tanah tidak sepenuhnya dalam keadaan basah (jenuh), maka rongga tanah akan terisi oleh air atau udara.
Sekarang kita ambil tanah dengan volume V.
Volume Total (keseluruhan) terdiri dari bagian-bagian seperti gambar di bawah :
Keterangan ;
V = Volume Keseluruhan (Total)
Va = Volume Udara (Dalam Bagian Berongga)
Vw = Volume Air (Dalam Bagian Berongga)
Vs = Volume Butir Tanah
Vv = Volume Rongga =  Va  + Vw
W = Berat Total Tanah
untuk W yang lain dapat di simpulkan sendiri. . . .

BATAS-BATAS KONSISTENSI (BATAS-BATAS ATTERBERG)
Batas-batas Atterberg tergantung pada air yang terkandung dalam massa tanah tanah, ini dapat menunjukkan beberapa kondisi tanah sebagai berikut :
  1. Cair
  2. Kental
  3. Plastis
  4. Semi Plastis
  5. Padat
Perubahan dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain sangat penting di perhatikan sifat-sifat fisiknya.
Batas kadar air tanah dari satu keadaan berikutnya dikenal sebagai batas-batas kekentalan/konsistensi.
Batas-batas konsistensi yang penting adalah :
  1. Batas Cair (Liquid Limit) = LL , Menyatakan kadar air minimum dimana tanah masih dapat mengalir di bawah beratnya atau kadar air tanah pada batas antara keadaan cair ke keadaan plastis.
  2. Batas Plastis (Plastis Limit) = PL, Menyatakan kadar air minimum dimana tanah masih dalam keadaan plastis ayau kadar air minimum dimana tanah dapat si gulung-gulung sampai diameter 3,1 mm (1/8 inchi).
  3. Batas Susut (Shrinkage Limit) = SL, Menyatakan batas dimana sesudah kehilangan kadar air, selanjutnya tidak menyebabkan penyusutan volume tanah lagi.


Daftar Pustaka :
Buku Mekanika Tanah, Ir.Sunggono kh 


KERUSAKAN PADA ASPAL JALAN


Faktor kerusakan jalan sangat beragam, seperti faktor kerusakan konstruksi lain pada umunya. Secara teori jalan rusak karena beban. Kerusakan jalan agak berbeda dengan kerusakan bangunan sipil lainnya, seperti jembatan. Pada  jembatan, misalnya, jika dibebankan dengan beban yang lebih besar dari batas maksimum, maka jembatan akan langsung ambruk. Pada jalan, kerusakan disebabkan repetisi atau pengulangan beban. Artinya beban kendaraan berat sekali lewat mungkin tidak akan menyebabkan kerusakan jalan. Tetapi jika terus menerus jalan akan mengalami kerusakan. Artinya kerusakan jalan adalah di sebabkan “kelelahan” akibat beban berulang.

Hampir semua jalan menggunakan campuran agregat batu pecah dan aspal. Musuh utama aspal adalah air, karena air bisa melonggarkan ikatan antara agregat dengan aspal. Kerusakan yang umum terjadi di jalan-jalan kota  adalah adanya air yang menggenangi permukaan jalan. Pada saat ikatan aspal dan agregat longgar karena air, kendaraan yang lewat akan memberi beban yang akan merusak ikatan tersebut dan permukaan jalan pada akhirnya.


Tipikal kerusakan karena pengaruh air adalah lubang. Sekali lubang terbentuk maka air akan tertampung di dalamnya sehingga dalam hitungan minggu lubang yang semula akan membesar dengan cepat. Itulah sebabnya kerusakan jalan sering dikatakan bersifat eksponensial.

Ketika ikatannya longgarpun, sebenarnya tidak masalah kalau tidak ada beban. Namun, ketika ikatannya lunggar lalu ada kendaraan lewat, inilah yang mengawali kerusakan. Awalnya muncul lubang kecil, kecil tadi semakin membesar. Hubungan kerusakan jalan terhadap waktu terjadi secara eksponensial. Sebenarnya, ketika jalan didesain, ia harus kuat terhadap beban lalu lintas. Umur rencana 5 tahun umumnya diterapkan untuk jalan baru. Jalan yang rusak karena beban biasanya bercirikan retak dan kadang disertai dengan amblas.

diambil dari :
Alvian Dahmur, Techno Konstruksi.


PEMBEBANAN PADA STRUKTUR


BEBAN MATI


BEBAN HIDUP


FAKTOR REDUKSI BEBAN HIDUP UNTUK PERENCANAAN BALOK INDUK, PORTAL DAN GEMPA

FAKTOR REDUKSI TAHANAN NOMINAL

FAKTOR REDUKSI TINGKAT UNTUK PERENCANAAN KOLOM ATAU DINDING





Rabu, 18 April 2012

TABEL LUAS TULANGAN


  • Tulangan Balok dan Kolom (mm2)

  • Tulangan Pelat (mm2 per meter)

TABEL BERAT TULANGAN PER METER


SIFAT MEKANIS BAJA TULANGAN
REFERENSI:
PUBI-1982 (Persyaratan Umum Bahan Bangunan Indonesia)


SIFAT PENAMPANG DATAR


REFERENSI: Mekanika Bahan Edisi Keempat, J.M. Gere & S.P. Timoshenko
(Sebagian rumus)







Keterangan :
xc = jarak titik berat (arah sumbu-X)
yc = jarak titik berat (arah sumbu-Y)
A = luas penampang
Sx = momen statis (tinjauan sumbu-X)
Sy = momen statis (tinjauan sumbu-Y)
Ix = momen inersia (tinjauan sumbu-X)
Iy = momen inersia (tinjauan sumbu-Y)
Ip = momen inersia polar terhadap pusat sumbu




KONVERSI KUAT TEKAN BETON & MODULUS ELASTIS




Catatan :
Mutu K-225 setara fc’ = 19 MPa, dst.
Konversi dari mutu K ke fc’ dikalikan 0,083
Modulus elastis untuk beton normal (E = 4700 √ fc’)


RASIO KUAT TEKAN BETON TERHADAP UMUR
REFERENSI: PBI-1971

  • Semen Portland Biasa

  • Semen Portland dengan Kuat Tekan Awal Tinggi



Contoh :
Mutu fc’ = 25 MPa (28 hari) saat umur 7 hari = 0,65.25 = 16,25 MPa (Semen biasa), dst.

KUAT TEKAN & FAKTOR PENGALI VARIASI DIMENSI SILINDER BETON
REFERENSI: 
Properties of Concrete, A.M. Neville





Contoh :
Hasil uji silinder d = 75 mm h = 150 mm didapatkan fc’ = 20 MPa
Kekuatan sebenarnya = 0,943.20 = 18,86 MPa
(atau = 1/104% . 20 , karena hasil uji 104% dari yang sebenarnya)

Hasil uji silinder d = 150 mm h = 150 mm (d/h = 150/150 = 1,0) didapatkan fc’ = 17 MPa
Kekuatan sebenarnya = 0,92.17 = 15,64 MPa









MOMEN DAN DEFLEKSI MAKSIMUM STRUKTUR STATIS TERTENTU

MOMEN DAN DEFLEKSI MAKSIMUM STRUKTUR STATIS TERTENTU



REFERENSI:
Mekanika Bahan Edisi Keempat, J.M. Gere & S.P. Timoshenko - Structural Engineer’s Pocket Book, F. Cobb - Sumber-sumber lain 
(dengan modifikasi)








L = panjang bentang P = beban titik

E = modulus elastis q = beban merata (per satuan panjang)
I = inersia penampang a , b = jarak titik beban


FAKTOR REDUKSI KEKUATAN

FAKTOR REDUKSI KEKUATAN

REFERENSI:
SNI 03-2847-2002(Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung)



Keterangan :
* Desain : faktor untuk keperluan perancangan (bangunan baru) - pasal 11
** Evaluasi : faktor untuk keperluan evaluasi bangunan eksisting - pasal 22


# Kecuali untuk nilai aksial tekan yang rendah, nilai φ boleh ditingkatkan berdasarkan berkurangnya nilai φ Pn seperti berikut :



A. Untuk komponen struktur dengan fy tidak melampaui 400 MPa, tulangan simetris, dan h-d’-ds /h tidak kurang dari 0,70
B. Untuk komponen struktur beton bertulang yang lain

Dengan : h = ukuran lebar terbesar
d’ = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan
ds = jarak dari serat tarik terluar ke pusat tulangan tarik
fy = kuat leleh yang disyaratkan
fc’ = kuat tekan beton yang disyaratkan
Ag = luas brutto penampang
Pb = kuat beban aksial nominal kondisi regangan seimbang (balanced)
Pn = kuat beban aksial nominal

FAKTOR β1

Faktor β1 harus diambil sebesar 0,85 untuk beton dengan nilai kuat tekan fc’ lebih kecil daripada atau sama dengan 30 MPa. Untuk beton dengan nilai kuat tekan di atas 30 MPa, β1harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan 7 MPa di atas 30 MPa, tetapi tidakboleh diambil kurang dari 0,65.








KOMBINASI PEMBEBANAN


KOMBINASI PEMBEBANAN


REFERENSI:
SNI 03-2847-2002(Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung)


Keterangan :
Tabel di atas merupakan rangkuman dari daftar kombinasi pembebanan berikut :
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
3. 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (La atau H)
4. 1,2 D ± 1,0 E + 1,0 L
5. 0,9 D ± (1,6 W atau 1,0 E)

D beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga dan peralatan layan tetap.

L beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidaktermasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain

La beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, danmaterial, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak

H beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air

W beban angin

E beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989, atau penggantinya

Tanda ± menyatakan arah beban yang bolak-balik (ditinjau 2 arah berlawanan)

Faktor beban W boleh direduksi menjadi 1,3 bila belum dikoreksi oleh faktor arah

Faktor beban L boleh direduksi menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan garasi, pertemuan, dan semua daerah di mana beban hidup > 500 kg/m2

Tambahan untuk pengaruh beban lainnya :
1,4 F (pers.1); 1,2 F (pers. Lainnya) = fluida
1,6 S (pers.2 & 5) = tekanan tanah
1,2 T (pers.2) = penurunan fondasi & efek temperatur
1,2 P = gaya tarik tendon daerah pasca tarik
1,2 B = benturan



Pelat Beton Bertulang


Pengertian pelat

Yang dimaksud dengan pelat beton bertulang yaitu struktur tipis yang dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada apabila struktur tersebut.Ketebalan bidang pelat ini relatif sangat kecil apabila dibandingkan dengan bentang panjang/lebar bidangnya.Pelat beton ini sangat kaku dan arahnya horisontal, sehingga pada bangunan gedung, pelat ini berfungsi sebagai diafragma/unsur pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk mendukung ketegaran balok portal.

Pelat beton bertulang banyak digunakan pada bangunan sipil, baik sebagai lantai bangunan, lantai atap dari suatu gedung, lantai jembatan maupun lantai pada dermaga. Beban yang bekerja pada pelat umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi (beban mati dan/atau beban hidup). Beban tersebut mengakibatkan terjadi momen lentur (seperti pada kasus balok).

Tumpuan pelat

Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan saja, tetapi juga jenis perletakan dan jenis penghubung di tempat tumpuan. Kekakuan hubungan antara pelat dan tumpuan akan menentukan besar momen lentur yang terjadi pada pelat.

Untuk bangunan gedung, umumnya pelat tersebut ditumpu oleh balok-balok secara monolit, yaitu pelat dan balok dicor bersama-sama sehingga menjadi satu-kesatuan, seperti pada gambar (a) atau ditumpu oleh dinding-dinding bangunan seperti pada gambar (b). Kemungkinan lainnya, yaitu pelat didukung oleh balok-balok baja dengan sistem komposit seperti pada gambar (c), atau didukung oleh kolom secara langsung tanpa balok, yang dikenal dengan pelat cendawan, seperti gambar (d).Pengertian pelat


Jenis perletakan pelat pada balok

Kekakuan hubungan antara pelat dan konstruksi pendukungnya (balok) menjadi satu bagian dari perencanaan pelat. Ada 3 jenis perletakan pelat pada balok, yaitu sbb :

1) Terletak bebas

Keadaanini terjadi jika pelat diletakkan begitu saja di atas balok, atau antara pelat dan balok tidak dicor bersama-sama, sehingga pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan tersebut, lihat gambar (1). Pelat yang ditumpu oleh tembok juga termasuk dalam kategori terletak bebas.

2) Terjepit elastis

Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, tetapi ukuran balok cukup kecil, sehingga balok tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya rotasi pelat. (lihat gambar (2))

3) Terjepit penuh

Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, dan ukuran balok cukup besar, sehingga mampu untuk mencegah terjadinya rotasi pelat (lihat gambar(3)).




untuk perhitungan, ada artikel sendiri

salam sipil

pustaka : Balok dan pelat beton bertulang, Ali Asroni